Rabu, 10 November 2010

Bukan orang baik yang nggak paham ilmu Agama

“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah mendapat kebaikan, maka Allah jadikan dia paham agama ini.”
Hadits di atas barangkali jarang kita dengarkan, atau malah baru pertama kali. Tapi tidak mengapa, karena tidak ada yang perlu disesali jika waktu usia kita dahulu sudah berusaha mencari ilmu, namun belum ketemu ilmu mana yang benar, yang sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Semoga sampai saat ini pun, kita masih tetap mencari ilmu yang sesuai dengan sunnah yang benar, merujuk pada pemahaman Salafus sholeh, Ahlus Sunnah Waljama’ah.
Jika kita perhatikan sabda Rasulullah saw di atas, maka jelaslah bahwa orang yang Allah taqdirkan menjadi orang baik dan senantiasa mendapat kebaikan adalah orang yang Allah berikan kepadanya ilmu agama.
Kita perhatikan apa yang disampaikan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah dalam kitabnya, Fathul Bari (I/222). Beliau mengatakan, “Dari hadits ini dapat dipahami, bahwa orang-orang yang tidak paham agama dan dasar-dasarnya, ia tidak akan mendapat kebaikan sedikitpun.”
Kita setuju dengan yang beliau sampaikan. Bahwa tidak bisa dikatakan orang muslim yang baik, manakala ia tidak mengetahui ilmu tentang agamanya. Alasannya adalah, karena muslim yang baik adalah jika ia telah beribadah dalam rangka melaksanakan tujuan penciptaannya kepada Allah swt, dengan ibadah yang benar. Bagaimana jadinya jika tak paham agama, kemudian melaksanakan ibadah kepada Allah. Shalat, namun tidak paham tata cara shalat. Berwudhu, tapi tidak tahu bahwa buang angin itu membatalkan wudhunya. Dan begitu juga rangkaian ibadah-ibadah lainnya.
Terlebih jika berkenaan dengan perkara aqidah yang erat kaitannya dengan iman kita. Padahal yang kita ketahui, bahwa dengan aqidahnyalah seseorang akan mendapat gelar mukmin ataukah mubtadi’ (pelaku bid’ah), atau kafir dan munafik. Semuanya tergantung aqidah yang diyakini dalam hati. Maka, jika ada orang yang tidak memahami dasar aqidahnya, bisa saja orang itu sudah tidak lagi pantas mendapat gelar mukmin yang sejati. Tanpa sadar bisa menjadi mubtadi’, atau zindik, munafik, mu’tazilah, murjiah, khowarij, atau bahkan kafir!
Semuanya sangat berpotensi menjadi bagian dari sekte dalam Islam itu, karena aqidah yang tidak dipahami, atau salah memahami perkara aqidah. Dia bersyahadat dan menyatakan diri sebagai seorang muslim, namun tak mengerti pembatal syahadat dan keislamannya, dan akhirnya pun melaksanakan pembatal keimanan keislamannya. Sungguh naas sekali nasib seorang muslim yang demikian ini. Ibarat saat melaksanakan shalat, seseorang buang angin, namun tidak mengerti bahwa shalatnya sudah batal dengan batalnya wudhunya. Ia terus saja shalat hingga selesai, dan berkeyakinan bahwa shalatnya sah. Kita tentunya tidak mungkin mau menjadi orang Islam, yang ternyata telah melaksanakan perbuatan yang membatalkan keislaman, dan menyangka kita masih Islam dan Islam kita sah, padahal sebaliknya. Wal’iyadzu billah.
Diceritakan ada seorang ahli ibadah yang sangat rajin beribadah dan besar rasa takutnya kepada Allah. Suatu ketika, ia tidak sengaja membunuh tikus, dan hal itu membuatnya tidak tenang dan sangat takut pada Allah Ta’ala. Sebagai bentuk taubatnya pada Allah Ta’ala, ia membawa bangkai tikus itu saat shalat.
Apakah shalatnya sah? Jawabnya tentu tidak, karena bangkai adalah najis. Tidaklah berguna amalan dan rasa takutnya pada Allah swt, karena Allah tidak memberikan ilmu agama kepadanya.
Hanya dengan ilmu Islamlah seseorang akan menjadi baik di dunia. Jikalau ada seorang muslim yang baik budi pekertinya, namun ia sama sekali tidak mengenal ajaran Islam yang benar, maka sebenarnya akhlaknya yang baik itu hanyalah kebiasaan yang tidak membuahkan pahala. Karena seorang muslim akan beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. Bukan karena faktor lingkungan, adat, atau yang sejenisnya. Hanya untuk Allah seorang muslim beramal. Hanya berdasarkan syari’at dan sunnah sajalah seorang muslim beribadah.
Seorang muslim yang tidak Allah pahamkan kepadanya ilmu agama, antara kebaikannya dengan keburukan yang dikerjakanya, lebih dominan keburukannya. Shalat terkadang dilakukan, terkadang tidak. Shalat, tapi tak berjilbab dan makan yang haram. Puasa juga demikian diremehkan. Apatah lagi qiyamullail dan amalan-amalan sunnah lainnya, mungkin sama sekali tidak dilirik.
Benarlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah akan memberikan kebaikan dan menjadikan seseorang baik, diawali dengan diberikannya pemahaman yang baik atas agamanya. Artinya, orang itu tidaklah orang yang baik, jika ia tak tahu soal agama, sekalipun dia Islam (istilah kerennya, islam KTP). Sampai ia paham soal agamanya, baru bisa tergolong orang yang baik. Dan tentunya, ilmu agama yang dimaksud adalah ilmu berkenaan dengan aqidah atau keyakinannya, dan ilmu agama yang berhubungan dengan ibadah yang ia lakukan.
Dari sinilah para ulama’ membagi macam ilmu sesuai dengan hukum menuntutnya. Jangan salah memilih ilmu, sebelum mengetahui hukum ilmu yang akan dicari. Jangan mencari ilmu yang hukumnya sunnah, sedangkan yang wajib belum dicari. Jangan pula asal memilih tempat mengkaji dan mendapat ilmu, sebelum mengetahui tempat kajian itu adalah yang berpegang pada manhaj ahlus sunnah wal jama’ah. Wallahu a’lam. (-Anshorullah-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar