Kamis, 24 Februari 2011

Rumus Mengetahui Bid'ah

saudaraku seiman...
kali ini, saya akan tampilkan rumusan hebat dari seorang ulama, mengenai kode etik mengetahui suatu amalan disebut BID'AH...
saya terjemahkan langsung dari kitabnya berjudul, Qowa'idu Ma'rifatil Bida'... kalau mau lihat cek aja di Maktabah Syamela bagian Fiqh 'Aam, insya Allah ketemu, hemm...
oke, sebagaimana beliau tuliskan, beliau memulai dari golongan kaum muslimin dalam memandang amalan sebagai bid'ah...
kata beliau,
"Dalam mengklarifikasikan bid’ah dan rumusan dalam mendefenisikannya, manusia terbagi menjadi kelompok :
Pertama, kelompok yang berlebih-lebihan dalam urusan tabdi’ (membid’ahkan). Mereka adalah yang tasahul (gampang) menghukumi bid’ah terhadap seluruh perkara baru dan segala hal yang tidak ada dalilnya. Mereka menjadikan masalah bid’ah ini menjadi perkara yang sangat luas. Mungkin karena mereka memasukkan segala sesuatu yang baru yang dianggap bid’ah itu adalah bagian dari syari’at dan sunnah.
Kedua, kelompok yang terlalu mudah dalam pengambilan kategori bid’ah dan longgar dalam mengamalkannya. Mereka menjadikan masalah bid’ah ini menjadi perkara yang sempit. Bagi mereka, tidak termasuk bid’ah kecuali hanya al-bida’ al-ummahat (induk-induk bid’ah) dan kabair muhdatsat (dosa-dosa besar bid’ah). Mungkin yang menyebabkannya adalah saking banyaknya perkara-perkara bid’ah dan hal-hal baru yang masuk dalam bagian syari’at dan sunnah, dan semuanya telah sampai pada mereka.
Saudaraku, semoga Allah merahmatimu, perhatikanlah bagaimana kelompok pertama memeperluas makna bid’ah yang akhirnya mereka masukkan semua yang sebenarnya tidak bid’ah menjadi bid’ah. Mereka hanya membatasi kata syari’ah sesuai yang mereka ketahui dan sesuai yang telah mereka tuliskan dalam masalah hukum-hukum baru dan hukum-hukum lainnya. Sampai kemudian mereka mengeluarkan dari istilah syari’at hal-hal yang sebenarnya bagian dari syari’at itu.
Perhatikan pula kelompok kedua. Mereka menyempitkan makna bid’ah. Mereka mengeluarkan semua yang sebenarnya bid’ah menjadi tidak bid’ah. Pada akhirnya, mereka memperluas makna syari’at dan sunnah sehingga memasukkan kepada syari’at dan sunnah sesuatu yang sebenarnya tidak.
Pembaca setia. Dari sini, sudah jelas bagimu kesalahan kedua kelompok di atas dalam menetapkan makna bid’ah. Dan kesalahan itu akan membuahkan kesalahan pula dalam memaknai sunnah. Karena sunnah dan bid’ah adalah dua perkara yang memiliki makna berbeda dan berlawanan. Oleh karenanya, dapat diketahui bahwa setiap kelompok di atas hanya mengambil dari sebagian sudut pandang dan tidak pula kepada paham pertengahan.
Hal itu sebagaimana dikatakan Ibnu Taimiyah, “Yang terpenting dalam bab ini dan bab-bab lainnya adalah pembedaan antara sunnah dan bid’ah. Sunnah adalah yang diperintahkan Syari’ (Allah), sedangkan bid’ah adalah yang tidak disyari’atkan dalam perkara agama.
Pembahasan bab ini banyak melahirkan kebingungan manusia dalam perkara ushul (dasar dalam Islam) dan furu’ (cabang Islam). Hal itu disebabkan, masing-masing kelompok mengakui cara dan pendapatnyalah yang sunnah, sedangkan cara kelompok lain yang menyelisihnya adalah bid’ah. Kemudian masing-masing pun menghukumi kelompok yang menyelisihi dengan vonis bid’ah. Akhirnya, muncullah keburukan yang ditimbulkan dari perselisihan itu yang tak terhitung banyaknya kecuali Allah Ta’ala.
Yang wajib dalam hal ini adalah menempatkan bid’ah pada maknanya yang benar tanpa unsur memihak dan berlebihan. Kewajiban ini pun akan menjadi mudah dengan cara menentukan kode etik yang bagus dalam memberikan makna bid’ah dan menuliskan pedoman yang jelas dalam membatasi bid’ah itu, dan apa saja yang termasuk di dalamnya dan yang tidak.
Dengan usaha ini akan semakin mudah menentukan hukum satu persatu dari sekian banyak bid’ah. Dengan syarat harus mengembalikan setiap bid’ah kepada kaedah-kaedah globalnya. Maka jelaslah, bahwa menentukan kaedah yang digunakan untuk mengetahui sebuah kebid’ahan adalah suatu yang urgen. Namun dari sisi lain, bahwa menentukan suatu perkara yang tersebar dan bermacam-macam, dan menentukan hukum global yang banyak dan saling berbeda itu sama saja artinya mengumpulkan untuk menjaga bid’ah itu, dan membuktikan telah mengakui tetap teguh terhadap kebid’ahan tersebut.

antara lain kaedah tersebut adalah :
Dasar-dasar dalam bid’ah.
1. Dasar pertama : Bertaqarrub kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan
2. Dasar kedua : Keluar dari aturan agama
3. Dasar ketiga : Perantara-perantara yang membuka jalan bid’ah
Pilihan judul buku ini “Kaedah Mengetahui Bid’ah” adalah untuk menjelaskan kaedah-kaedah yang dapat mengenali bid’ah, dan saya telah membaginya menjadi tiga bagian, karena kaedah yang berjumlah 23 ini semuanya kembali tiga dasar sebelumnya.
Dasar Pertama : Bertaqarrub kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan
Pada bab ini ada 10 kaedah :
1. العبادة المستندة إلى حديث مكذوب
(Ibadah yang disandarkan kepada hadits palsu)
2. العبادة المستندة إلى الهوى والرأي المجرد
(ibadah yang disandarkan kepada hawa nafsu dan pemikiran semata)
3. العبادة المخالفة للسنة التركية
(Ibadah yang menyelisihi sunnah tarkiyah)
4. العبادة المخالفة لعمل السلف
(Ibadah yang menyelisihi perbuatan salaf)
5. العبادة المخالفة لقواعد الشريعة
(Ibadah yang menyelisihi kaedah syar’iyah)
6. التقرب إلى الله بالعادات والمباحات
(Bertaqarrub kepada Allah dengan kebiasaan dan hal-hal yang mubah)
7. التقرب إلى الله بالمعاصي
(Bertaqarrub kepada Allah dengan perbuatan maksiat)
8. إطلاق العبادة المقيدة
(Memutlakkan ibadah yang bersifat muqayyad)
9. تقييد العبادة المطلقة
(Mentaqyid ibadah yang bersifat mutlak)
10. الغلو في العبادة
(Berlebih-lebihan dalam ibadah)
Dasar Kedua : Keluar dari aturan agama
Pada bab ini ada 8 kaedah :
11. ما كان من الاعتقادات والآراء معارضًا لنصوص الوحي
(Segala keyakinan dan pemikiran yang bertentangan dengan nash wahyu)
12. ما لم يرد في الوحي ولم يؤثر عن الصحابة والتابعين من اعتقادات
(Keyakinan-keyakinan yang tidak ada dalam wahyu dan tidak diriwayatkan dari sahabat dan tabi’in)
13. الخصومة والجدال في الدين
(Pertengkaran dan perdebatan dalam perkara agama)
14. الإلزام بشيء من العادات والمعاملات
(Melazimi kebiasaan-kebiasaan dan mu’amalat)
15. أن يحصل بفعل العادة أو المعاملة تغييرٌ للأوضاع الشرعية الثابتة
(Menghasilkan perubahan dalam meletakkan syari’ar yang tetap dari adat dan mu’amalat)
16. مشابهة الكافرين في خصائصهم
(Menyerupai kekhususan-kekhususan orang kafir)
17. مشابهة الكافرين في محدثاتهم
(Menyerupai temuan-temuan baru orang kafir)
18. الإتيان بشيء من أعمال الجاهلية
(Mengamalkan sesuatu yang termasuk perbuatan Jahiliyah)
Dasar Ketiga : Perantara-perantara yang membuka jalan bid’ah
Pada bab ini ada 5 kaedah :
19. أن يفعل ما هو مطلوب شرعًا على وجه يُوهم خلاف ما هو عليه في الحقيقة
(Melaksanakan suatu yang disyar’iatkan dengan cara yang bertentangan dengannya)
20. أن يفعل ما هو جائز شرعًا على وجه يُعتقد فيه أنه مطلوب شرعًا
(Melaksanakan suatu yang diperbolehkan syar’i dengan meyakini hal itu adalah disyari’atkan)
21. أن يعمل بالمعصية العلماء وتظهر من جهتهم ، بحيث يعتقد العامة أن هذه المعصية من الدين
(Mengamalkan kemaksiatannya ahli ilmu padahal telah jelas hukumnya bagi mereka dengan meyakini bahwa kemaksiatan itu bagian dari syari’at)
22. أن يعمل بالمعصية العوام وتشيع فيهم ، ولا ينكرها العلماء وهم قادرون على الإنكار ، بحيث يعتقد العامة أن هذه المعصية مما لا بأس به
(Beramal dengan kemaksiatannya orang awam dan bergabung bersama mereka dan ulama’ tidak mengingkarinya padahal mampu, dengan meyakini bahwa maksiat itu tidak mengapa dilaksanakan)
23. ما يترتب على فعل البدع المحدثة من الأعمال
(Segala perbautan yang terjadi atas dasar perbuatan bid’ah)

yapp, semoga beermanfaat, buat semuanya yang pengen tahu kriteria bid'ah, tapi ingat, jangan gampang membid'ahkan atau malah lepas tangan dari bid'ah... ingatkan saudara kita, tapi ingat pula caranya...
jazakumullah........

-anshor/25Feb'11-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar