Kamis, 02 Desember 2010

Memberi Hadiah Kepada Orang Kafir Di Hari Raya Mereka

Seorang muslim boleh menerima hadiah dari orang kafir. Ini dilakukan sebagai bentuk ta'lif bagi mereka dan agar mereka mempunyai kecintaan terhadap islam. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah yaitu dengan menerima hadiah dari sebagian orang kafir seperti hadiah dari Muqauqis.
Demikian juga boleh bagi seorang muslim memberikan hadiah kepada orang kafir atau musyrik dengan maksud untuk ta'lif bagi mereka atau agar mereka cinta terhadap islam. Terlebih lagi orang kafir tersebut adalah saudara atau tetangga. Hal ini sebagaimana Umar bin al-Khattab memberikan hadiah kepada saudaranya yang musyrik.
Akan tetapi tidak boleh memberikan hadiah orang kafir di hari raya mereka. Karena hal tersebut dianggap sebagai pengakuan dan keikut sertaan dalam hari raya yang batil. Apabila hadiah berupa sesuatu yang membantu terhadap hari raya mereka seperti makanan, lilin atau lainnya, maka hal ini lebih diharamkan. Bahkan sebagian ahlu ilmi mengatakan bahwa hal tersebut adalah kekufuran.
Abu Hafsh al-Kabir berkata "seandainya seseorang beribadah kepada Allah selama 50 tahun kemudian mendatangi hari Nairuz (hari raya orang kafir) kemudian memberikan hadiah kepada sebagian orang kafir sebutir telur dengan maksud untuk mengagungkan hari raya tersebut maka ia telah kafir dan terhapuslah amal perbuatannya”.
Shahibul al-jami' al-ashghar berkata "apabila seorang muslim memberikan hadiah kepada saudaranya semuslim di hari raya Nairuz dan tidak bermaksud untuk mengagungkan hari tersebut maka hal ini tidak bisa mengkafirkannya. Akan tetapi sepatutnya untuk tidak melakukan hal tersebut di hari Nairuz secara khusus sehingga tidak bertasyabuh dengan mereka.
Beliau juga berkata "seseorang yang membeli sesuatu di hari Nairuz yang ia tidak membelinya sebelumnya, jika dimaksudkan dengannya mengagungkan hari tersebut dan mengagungkan orang-orang musyrik maka ia telah kafir akan tetapi kalau hanya sekedar untuk makan, minum atau hanya bersenang-senang maka tidak dikafirkan". (Fatawa al-Islam Su'al Wa Jawab, Syaikh Muhammad Shalih al-Munjid 1/6363)
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata "tidak boleh seseorang memberikan hadiah kepada seorang muslim di hari raya orang kafir lantaran hari raya tersebut, apalagi hadiah tersebut sesuatu yang dapat membantunya untuk bertasyabuh kepada orang-orang kafir" (Iqtidha' Siratil Mustaqim : 1/227).
Adapun menerima hadiah dari orang kafir di hari raya mereka tidaklah mengapa dan tidak dianggap sebagai bentuk keikutsertaan dan pengakuan terhadap pesta hari raya mereka. Akan tetapi mengambil hadiah tersebut karena bentuk kebaikan dan meniatkan untuk ta'lim atau dakwah kepada islam. Allah membolehkan untuk berbuat baik dan adil kepada orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin. Hal ini dalam surat al-Mumtahanah : 8
Berbuat baik dan adil terhadap orang kafir tidak menandakan kecintaan terhadap mereka. Karena kecintaan terhadap orang kafir tidak diperbolehkan. Al-Mumtahanah : 1, al-Mujadilah : 22
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata "adapun menerima hadiah dari orang kafir pada hari raya mereka adalah pernah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib beliau diberi hadiah Nairuz dan menerimanya".
Dan riwayat dari Abu Barzah bahwa beliau mendapatkan hadiah dari orang majusi di hari Nairuz dan Mahrajan lantas beliau berkata kepada keluarganya "sesuatu yang berasal dari buah-buahan maka makanlah sedangkan yang selainnya maka kembalikanlah"
Riwayat diatas menunjukkan kebolehan menerima hadiah dari orang kafir di hari raya mereka. Sehingga hukum menerima hadiah pada hari raya mereka atau hari lainnya adalah sama. Karena yang demikian tidaklah membantu syiar-syiar mereka. (Iqtidha' Siratal Mustaqim 1/251)

Kesimpulan yang bisa diambil adalah boleh menerima hadiah dari orang kafir di hari raya mereka dengan beberapa syarat :
1. Hadiah yang diterima tidak berupa sembilan yang disembelih lantaran hari raya tersebut.
2. Hadiah tersebut tidak berupa sesuatu yang dapat membantunya untuk tasyabuh kepada orang kafir di hari raya mereka seperti lilin dan lain-lain.
3. Dalam menerima hadiah disertai penjelasan tentang akidah wala' wal bara' kepada anak-anak kita sehingga tidak muncul kecintaan mereka terhadap hari raya orang kafir tersebut atau tidak adanya ketergantuangan mereka terhadap pemberi hadiah.
4. Menjadikan dakwah kepada islam sebagai tujuan dalam menerima hadiah mereka. Dan bukan karena kecintaan atau hanya sekedar basa-basi saja.
5. Apabila hadiah berupa sesuatu yang tidak boleh diterima oleh muslim maka hendaknya ditolak dengan cara halus dan menjelaskan alasan penolakan secara syar'I sehingga penolakan tersebut sekaligus sebagai dakwah kepada mereka.
(fatawa al-islam su'al wa jawab, Muhammad Shalih al-Munjid 1/6363)
Syaikh Doktor Abdullah al-Faqih berkata "boleh bagi seorang muslim menerima hadiah dari orang kafir" fatawa asy-Syubkah al-islamiyah : 4/119. boleh juga menerima hadiah berupa makanan asalkan tidak mengandung komposisi bahan yang haram. Ibid : 174/19
Imam an-nawawi menyebutkan dalam kitabnya bahwa tentang penerimaan Rasulullah hadiah dari orang kafir ada dua jalur riwayat yang seakan-akan saling bertentangan. Al-Qadhi berkata "sebagian ahlu ilmi berkata ; riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah menerima hadiah dari orang kafir telah mansukh dengan hadits-hadits yang dibawa Rasulullah tentang tidak menerimanya atau bahkan mengembalikan hadiah orang kafir kepadanya.
Adapun menurut jumhur ulama', hadits tersebut tidaklah menaskh. Sehingga Rasulullah mau menerima hadiah dari mereka yang diharapkan keislamannya adapun yang tidak diharapkan keislamannya beliau juga menolaknya. (Imam An-Nawawi syrh Imam Muslim : 6/229)

-anshor-
3 Des '10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar