Rabu, 10 November 2010

Berdo’alah kepada Allah

"Ya Allah, jangan kembalikan aku ke keluargakau, dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan."
Doa itu keluar dari mulut `Amru bin Jumuh, ketika ia bersiap-siap mengenakan baju perang dan bermaksud berangkat bersama kaum Muslimin ke medan Uhud. Ini adalah kali pertama bagi `Amru terjun ke medan perang, karena dia kakinya pincang. Didalam Al-Quran disebutkan, “Tiada dosa atas orang-orang buta, atas orang-orang pincang dan atas orang sakit untuk tidak ikut berperang.” (QS. Al-Fath: 17)
Karena kepincangannya itu maka `Amru tidak wajib ikut berperang, di samping keempat anaknya telah pergi ke medan perang. Tidak seorangpun menduga `Amru dengan keadaannya yang seperti itu akan memanggul senjata dan bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk berperang.
Sebenarnya, kaumnya telah mencegah dia dengan mengatakan, “Sadarilah hai `Amru, bahwa engkau pincang. Tak usahlah ikut berperang bersama Nabi.”
Namun `Amru menjawab, “Mereka semua pergi ke surga, apakah aku harus duduk-duduk bersama kalian?”
Meski `Amru berkeras, kaumnya tetap mencegahnya pergi ke medan perang. Karena itu `Amru kemudian menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, Kaumku mencegahku pergi berperang bersama Tuan. Demi Allah, aku ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang ini.”
“Engkau dimaafkan. Berperang tidak wajib atas dirimu.” Kata Nabi mengingatkan.
“Aku tahu itu, wahai Rasulullah. Tetapi aku ingin berangkat ke sana.” Kata `Amru tetap berkeras.
Melihat semangat yang begitu kuat, Rasulullah kemudian bersabda kepada kaum `Amru, “Biarlah dia pergi. Semoga Allah menganugerahkan kesyahidan kepadanya.”
Dengan terpincang-pincang `Amru akhirnya ikut juga berperang di barisan depan bersama seorang anaknya. Mereka berperang dengan gagah berani, seakan-akan berteriak, “Aku mendambakan surga, aku mendambakan mati, sampai akhirnya ajal menemui mereka.”
Setelah perang usai, kaum wanita yang ikut ke medan perang semuanya pulang. Di antara mereka adalah ‘Aisyah. Di tengah perjalanan pulang itu `Aisyah melihat Hindun, istri `Amru bin Jumuh sedang menuntun unta ke arah Madianh. `Aisyah bertanya, “Bagaimana beritanya?”
“Baik-baik, Rasulullah selamat. Musibah yang ada hanya ringan-ringan saja. Sedang orang-orang kafir pulang dengan kemarahan.” Jawab Hindun.
“Mayat siapakah di atas unta itu?”
“Saudaraku, anakku dan suamiku.”
“Akan dibawa ke mana?”
“Akan dikubur di Madinah.”
Setelah itu Hindun melanjutkan perjalanan sambil menuntun untanya ke arah Madinah. Namun untanya berjalan terseot-seot lalu merebah.
“Barangkali terlalu berat,” kata `Aisyah.
“Tidak. Unta ini kuat sekali. Mungkin ada sebab lain.” Jawab Hindun.
Ia kemudian memukul unta tersebut sampai berdiri dan berjalan kembali. Namun binatang itu berjalan dengan cepat ke arah Uhud dan lagi-lagi merebah ketika di belokkan ke arah Madinah.
Menyaksikan pemandangan aneh itu, Hindun kemudian menghadap kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan peristiwa yang dialaminya, “Hai Rasulullah. Jasad saudaraku, anakku dan suamiku akan kubawa dengan unta ini untuk dikuburkan di Madinah. Tapi binatang ini tak mau berjalan bahkan berbalik ke Uhud dengan cepat.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Hindun, “Sungguh unta ini sangat kuat. Apakah suamimu tidak berkata apa-apa ketika hendak ke Uhud?”
“Benar ya Rasulullah. Ketika hendak berangkat dia menghadap ke kiblat dan berdoa, “Ya Allah, janganlah Engkau kembalikan aku ke keluargaku dan limpahkanlah kepadaku kesyahidan.”
“Karena itulah unta ini tidak mau berangkat ke Medinah. Allah Ta’ala tidak mau mengembalikan jasad ini ke Madinah.” kata beliau lagi.
“Sesungguhnya diantara kamu sekalian ada orang-orang jika berdoa kepada Allah benar-benar dikabulkan. Diantara mereka itu adalah suamimu, `Amru bin Jumuh,” sambung Nabi.
Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar ketiga jasad itu dikuburkan di Uhud. Selanjutnya beliau berkata kepada Hindun, “Mereka akan bertemu di surga. `Amru bin Jumuh, suamimu; Khulad, anakmu; dan Abdullah, saudaramu.”
“Ya Rasulullah. Doakan aku agar Allah mengumpulkan aku bersama mereka.” kata Hindun memohon kepada Nabi.
Dalam kisah yang lain, dan mungkin kita pernah mendengar, bahwa imam Ahmad pernah mendo’akan seorang ibu yang lumpuh. Seketika itu ibu tersebut sembuh dari sakitnya.
Imam al-Lalika`iy meriwayatkan di dalam kitabnya Syarh as-Sunnah dan Ghanjar di dalam kitabnya Taariikh Bukhaara mengisahkan sebagai berikut:
”Sejak kecil imam Al-Bukhary kehilangan penglihatan pada kedua matanya alis buta. Suatu malam di dalam mimpi, ibunya melihat Nabi Allah, al-Khalil, Ibrahim yang berkata kepadanya, ‘Wahai wanita, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena begitu banyaknya kamu berdoa.”
Pada pagi harinya, ia melihat anaknya dan ternyata benar, Allah telah mengembalikan penglihatannya.
Kisah tentang betapa ampuhnya do’a tersebut amat banyak kita dapatkan pada masa salaf. Bahkan sahabat Sa’ad bin Abi Waqosh adalah sorang sahabat yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah tertolak do’anya.
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam seorang Nabi yang senantiasa memohon pada Allah Ta’ala. Bahkan dalam satu hadits diriwayatkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja yang tidak meminta (memohon) kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.”
Maka, mulai sekarang juga marilah kita mulai bersungguh-sungguh dan sesering mungkin untuk berdoa kepada Allah. Semoga Allah memudahkan segala urusan kita. Amin.. (-Anshorullah-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar