Sabtu, 16 Oktober 2010

Apakah Khomer itu Najis ?

Imam Madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Ahmad bin Hambal) sepakat mengatakan bahwa khomer itu adalah najis karena memabukkan. Berdalil pada firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al Maidah: 90)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa khomer termasuk rijs yang diartikan sebagai najis. Najis adalah kotor maka harus dijauhi. Atas dasar ini, mereka menetapkan bahwa semua yang memabukkan adalah najis, sebagaimana khomer.
Pendapat mayoritas ulama’ ini juga pernah disampaikan DR. Shalah Sawi, ”Telah terjadi perselisihan di kalangan para ulama tentang najis atau sucinya khomer, sedangkan jumhur ulama berpendapat alkohol itu najis...”
Berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain, seperti; Imam Rabi'ah (guru Imam Malik), Imam Laits bin Sa'd, Al-Muzany (murid Imam Syafi'i) dan selain mereka dari ulama salaf serta sebagian ulama' al-mutaakhkhirun (kontemporer) berpendapat, bahwa khomer adalah suci. Pendapat ini pula yang telah dianggap lebih rojih (kuat) oleh Imam Syaukani, As-Shon'ani, Ahmad Syakir dan Al-Albani. Pendapat ini mengambil dalil dari perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam membuang air khomer di jalan-jalan umum ketika turun ayat yang mengharamkannya.
Dalil dan alasan pendapat yang menyatakan bahwa alkohol adalah bukan najis:
1. Dalam ayat tersebut tidak ada yang menunjukkan najisnya khomer, di mana hal ini ditinjau dari beberapa segi;
a) Makna lafazh rijsun mempunyai banyak makna. Di antaranya; kotoran, sesuatu yang haram, keburukan, adzab, laknat, kekufuran, keburukan, dosa dan najis serta makna yang lainnya.
b) Khomer termaktub dalam ayat berpasangan dengan al-ansab (berjudi), Azlam (mengundi nasib), semua memiliki makna rjis. Namun tidak najis secara Syar'i seperti yang tertera dalam firman Allah Ta’ala, "Sesungguhnya orang-orang musyrik adalah najis," (QS. At-Taubah: 28), hal ini seperti tertera dalam dalil–dalil yang shahih yang memiliki makna bahwa sebenarnya orang-orang musyrik tidak najis.
c) Sesungguhnya pengharaman terhadap khomer tidak menunjukkan hukum najisnya khomer itu sendiri, namun hukum najis yang dimaksud untuk hukum haram pada hal-hal tersebut. Oleh karena itu, diharamkannya mengenakan sutera dan emas untuk orang laki-laki tidak menunjukkan keduanya najis. Sebab keduanya adalah suci baik ditinjau secara syara' dan ijma'.
d) Lafazh rijs termaktub dalam al-qura'an tidak hanya pada satu tempat, ia terdapat pada tiga tempat dan tidak satu pun yang memaknai rijs sebagai sesuatu yang najis.
e) Ar-Rijs yang ada pada ayat tersebut dikaitkan dengan kalimat "min amalis syaithan" yaitu bentuk amal yang najis, artinya jelek, haram atau dosa, karena hal ini memang hukumnya najis.

2. Di antara dalil yang dijadikan dasar kesucian khomer adalah hadits Anas -Rodhiyallohu ’anhu-, di dalamnya terdapat kalimat; "….maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan dengan berseru, 'Bukankah khomer telah diharamkan.?' Ia berkata, "Maka aku pun mengeluarkan dan menumpahkannya sampai berceceran di jalan-jalan Madinah.
3. Hukum asal dari khomer adalah suci dan tidak ada perubahan dari kesucian itu melainkan dengan perubahan yang benar, serta belum ada dalil yang menunjukkan kenajisannya. Dengan demikian hal ini tetap pada hukum asalnya.
4. Jika khomer itu najis, pasti Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram dengan air pada tanah itu guna mensucikannya. Sebagaimana Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram air seni seorang Badui, dan juga Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam pasti memerintahkan untuk senantiasa berhati-hati dan menjaga darinya.
Pendapat yang benar
Yang benar bahwa makna kata najis di atas bukanlah najis secara hakiki, tetapi najis secara maknawi (najis pada makna di dalamnya). Diartikan demikian karena judi, berhala, undian pada ayat tersebut tidaklah dikatakan najis secara hakiki. Maka alkohol (khomer) boleh disentuh (tidak najis), sebagaimana juga berhala dan lainnya. Bahkan terdapat dalil tentang sucinya alkohol dalam hadits dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri -Rodhiyallohu ’anhu-, bahwa ketika ayat pelarangan khomer itu turun, para sahabat menumpahkan khomer-khomer mereka di jalan-jalan kota Madinah (HR. Muslim)
Sekalipun Imam Madzhab yang empat sepakat mengatakan bahwa alkohol itu adalah najis, akan tetapi ada riwayat-riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam pernah menggunakan hal-hal yang najis, seperti :
a. Maimunah binti Harits Al-Hilaliyah -Rodhiyallohu ’anha- mengemukakan hadits Dabghul Ihab (menyamak kulit), yakni perintah Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasallam agar menyamak kulit bangkai kambing dan memanfaatkannya.
b. Hadits Abu Hurairah -Rodhiyallohu ’anhu- tentang perintah menenggelamkan lalat atau bangkai lalat yang masuk dalam air minum.
c. HR. Ibnu Kuwaiz Mandad, bahwa seseorang bertanya pada Nabi perihal pemanfaatan bulu babi hutan untuk keperluan jahit-menjahit, dan Nabi berkata tidak apa-apa.
Hal ini dikuatkan oleh pendapatnya Syaikh Al-Albani mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu isyarat tentang sucinya khomer sekalipun haram hukumnya. Sebab seandainya khomer tidak suci, tentu para sahabat tidak akan menuangkannya di jalan-jalan dan tempat lewat banyak orang, tetapi mereka akan membuangnya ke tempat yang jauh sebagaimana layaknya barang-barang najis lainnya.
Dari kaidah fiqhiyyah dapat juga dibuktikan bahwa alkohol tidaklah najis. Sebagaimana Syaikh Ibnu ’Utsaimin juga mengatakan, “Tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya zat khomer. Dan jika tidak ada dalil yang menunjukan demikian maka zat khomer adalah suci karena (kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci dan tidak setiap yang haram itu najis, sebagaimana racun itu haram namun tidak najis.” Jika telah jelas bahwa zat alkohol tidaklah najis, maka tidaklah wajib untuk mencuci sesuatu yang terkena alkohol.” Wallohu a’lam.

Shohih fiqh sunnah, 1/75-76
Al Jami’u li Ahkamil Qur’an, 2/223

SEMOGA BERMANFAAT..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar