Jumat, 15 Oktober 2010

Apakah Setiap Sholat Makmum Membaca Al-Fatihah ?

Tiga imam madzhab sepakat bahwa membaca Al-Fatihah hukumnya adalah wajib di setiap roka’at, baik sholat fardhu atau sholat sunnah. Bagi yang menyengaja untuk tidak membacanya maka sholatnya batal. Berbeda jika ditinggalkan karena lupa, maka ia harus melengkapi bilangan roka’atnya sebanyak jumlah roka’at yang terlupakan untuk membaca Al-Fatihah.
Lain halnya dengan madzhab jumhur, madzhab Hanafi mengatakan, “Hukum membaca Al-Fatihah ketika sholat bukan fardhu, melainkan wajib. Bila mau engkau bisa mengatakan bahwa hukumnya adalah sunnah muakkadah, yang apabila ditinggalkan dengan sengaja, sholatnya tidak batal.”
Dengan demikian, bagi makmum yang mengikuti imam ketika sholat berjama’ah, apakah juga wajib untuk membaca Al-Fatihah?

a. Makmum tidak perlu membaca apapun
Pendapat ini adalah riwayat dari Zaid bin Tsabit dan Jabir rodhiyallohu ‘anhuma. Ibnu Umar mengatakan, “Apabila salah seorang dari kalian sholat di belakang imam, maka cukuplah bacaan imam baginya.” Demikian pula yang dikatakan oleh Sufyan Ats-Tsaury dan Ash-habur ro’yi.
Ulama’ lain yang berpendapat demikian ini antara lain; Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Mas’ud, Imam Abu Hanifah dan lainnya.
Ulama’ Hanafiyun, Ats-Tsauri, dan Ibnu Wahab Al-Maliki mengatakan, “Makmum tidak membaca di belakang imam pada sholat Sirriyah ataupun Jahriyah. Karena Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah dan diamlah…” (QS: Al-A'rof: 204) maksudnya, dengarkanlah pada waktu sholat jahriyah dan diamlah ketika sholat sirriyah, dan itu adalah karena ta'sis (kembali kepada makna dasar) lebih baik daripada ta’kid…”
Bahkan ulama’ yang berpendapat dengan madzhab imam Abu Hanifah itu mengatakan, “Sesungguhnya bacaan makmum di belakang imam adalah makruh tahrim pada sholat sirriyah atau jahriyah. Berdasarkan hadits Nabi , “Siapa yang berimam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya.” Dan hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur periwayatan.”
Mereka menambahkan, “Pendapat ini -yang melarang makmum untuk membaca di belakang imam- adalah sebagaimana yang telah diriwayatkan dari delapan puluh sahabat senior, diantaranya adalah Al-Murtadho dan ‘Ubadalah.”
Ibnul Mundzir menyebutkan, “Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah dan sekelompok dari penduduk Kufah mengatakan, “tidak ada bacaan untuk makmum.”
Yang wajib bagi makmum hanyalah membaca sesuatu yang mudah dari Al-Qur'an. Mereka berhujjah dengan surat Al-Muzammil ayat ke-20,
Artinya: “Bacalah sesuatu yang mudah dari Al-Qur'an.”
Dan sabda Nabi  kepada seseorang, “Bacalah sesutu yang mudah bagimu dari Al-Qur'an.”

Hujjah mereka adalah:
* Hadits Rasulullah ,
“Barangsiapa yang mempunyai imam, maka bacaan imam adalah bacaan baginya.”

* Seorang laki-laki pernah membaca di belakang Rasulullah  maka seorang laki-laki (lain) memberi isyarat kepadanya supaya dia tidak membaca. (Orang itu tidak menurut), dan tetap membaca. Setelah Rasulullah  selesai (salam), maka laki-laki itu berkata kepada orang tersebut, "Mengapa engkau membaca di belakang Imam ?". Ia menjawab, "Mengapa engkau melarang aku membaca ?". Maka Rasulullah  bersabda, "Apabila engkau mengikuti imam, maka sesungguhnya bacaan Imam itu menjadi bacaan bagimu".

b. Makmum wajib membaca pada shalat sirr tapi tidak pada shalat jahr
Pendapat ini diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , Urwah bin Zubair, Al-Qosim bin Muhammad, Nafi’ bin Jubair, Az-Zuhry, Malik, Ibnul Mubarok, Ahmad, Ishaq, dan pendapatnya Asy-Syafi’i.
Az-Zuhri, Malik, Ibnul Mubarok, Ahmad, dan Ishaq menyatakan, “Makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah pada sholat jahriyah, namun di wajibkan pada sholat sirriyah.”
Ibnu Umar  mengatakan, “Apabila salah seorang dari kalian sholat di belakang imam maka cukuplah baginya bacaan imam. Dan apabila ia sholat sendirian maka hendaklah ia membaca. Nafi' berkata, “Adalah Ibnu Umar  tidak membaca di belakang imam. Riwayat ini dari Malik dan Ath-Thohawi.”
Ubaidullah bin Muqsim pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar , Zaid bin Tsabit  dan Jabir bin Abdillah  (tentang hal ini), mereka mengatakan, “Janganlah kamu membaca apapun di belakang imam pada saat sholat. Diriwayatkan Ath-Thohawi.”
Dr. Wahbah Az-Zuhaily menyebutkan, “Adapun bagi makmum, maka ia membaca Al-Fatihah dan surat pada sholat sirriyah, dan tidak membaca apapun pada waktu sholat jahriyah menurut pendapat Malikiyah dan Hanabilah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dan dikatakan tidak diharuskan bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah tatkala bacaan imam jahr jikalau dia mendengar bacaan itu, tidak bacaan Al-Fatihah ataupun selainnya. Ini adalah pendapat Jumhur salaf dan kholaf, juga madzhab Malik dan Ahmad…”
Syaikh Ridho Ahmad Ash-Shamadi pernah menulis sebagai bantahannya terhadap ulama’ yang mewajibkan makmum membaca Al-Fatihah dalam kitabnya yang bejudul “Ar-Radd ‘alaa Man Aujaba Qiraa’atal-Fatihah ‘alal-Ma’muum fii Shalatil-Jahriyyah”. Sebagaimana judulnya, Syaikh berpendapat bahwa makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah ketika sholat jahriyah.
Bagi ulama’ yang condong kepada pendapat ini, bahwa seorang makmum dibelakang imam yang membaca dengan jahr, maka ia wajib diam dan memperhatikan bacaan imam tersebut.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan tidak sah shalat kecuali dengan membaca Al-Fatihah, itu maksudnya ialah: Pertama, bagi imam, baik ia membaca jahr atau sir. Kedua, bagi makmum yang imamnya membaca dengan sir atau meskipun jahr tetapi tidak mendengar (misalnya sebab tempatnya terlalu jauh). Ketiga, bagi orang yang shalat munfarid (sendirian).

Dalil yang di jadikan hujjah pendapat ini adalah;
• Firman Allah Ta’ala dalam surat al A'raaf: 204
“Jika dibacakan Al-Qur’an maka dengarlah dan diamlah agar kamu diberi rahmat.”

• Hadits Abu Musa Al-Asy’ari 
“Rasulullah  berkhutbah di hadapan kami, kemudian beliau menjelaskan kepada kami sunnah-sunnah dan mengajarkan kami sholat. beliau  bersabda, “Luruskan shof-shof kalian kemudian hendaklah seorang dari kalian mengimami kalian semua, apabila ia bertakbir maka bertakbirlah, dan apabila ia membaca maka diamlah.”

• Hadits Malik dari Abi Hurairah 
“Adalah Rasulullah  selesai dari shalat yang beliau mengersakan bacaannya. Lalu beliau bertanya, "Adakah di antara kalian yang ikut membaca juga tadi?". Seorang menjawab, "Ya, saya ya Rasulullah". Beliau menjawab, "Aku berkata mengapa aku harus melawan Al-Quran?". Maka orang-orang berhenti dari membaca bacaan shalat bila Rasulullah  mengeraskan bacaan shalatnya (shalat jahriyah).”

• Dari Jabir  Rasulullah  berkata,
“Siapa shalat di belakang imam, maka bacaannya adalah bacaan imam.” Juga hadits yang senada berikut ini, "Apabila imam membaca maka diamlah”

• Dari Abu Hurairah  ia berkata, Rasulullah  bersabda, “Hanyasanya imam itu dijadikan untuk diturut, jika dia bertakbir maka bertakbirlah dan jika dia membaca (Al-Qur'an) maka diam dan perhatikanlah.”

c. Makmum Wajib Membaca Pada Shalat Siir Dan Jahr
Pendapat ini diriwayatkan dari Umar , Utsman , Ali , Ibnu Abbas , Mu’adz , Ubay bin Ka’ab , Mak-hul, Al-Auza’i, Asy-Syafi’i, dan Abu Tsaur. Apabila memungkinkan, maka makmum membaca pada saat diamnya imam, namun apabila tidak memungkinkan maka ia membaca bersamaan saat imam membaca.”

Ulama’ yang juga berpendapat seperti ini antara lain; Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Amr bin ‘Ash ,Abu Hurairah radhiallahu ‘anhum jami’an, Imam Syafi’i dalam qoul jadidnya, Ishaq bin Rahawaih, Imam Al-Bukhari, dan Imam Asy-Syaukani. Diriwayatkan juga dari madzhab Syafi’i dan Ahmad.

Penulis Al-Muhadzdzab menyatakan, “Apabila pada waktu sholat sirriyah maka hukum membaca Al-Fatihah adalah wajib. Tetapi jika pada waktu sholat jahriyah, ada dua pendapat; pendapat pertama terdapat dalam Al-Umm dan Al-Buwaiti, hukumnya adalah wajib dengan dalil hadits Ubadah bin Shomit, sedangkan pendapat kedua terdapat pada qoul qodim Syafi’i, yaitu tidak wajib berdasarkan hadits Abu Hurairoh .”
Imam An-Nawawi dalam mensyarh pendapat penulis Al-Muhadzdzab di atas, beliau menyatakan, “Adapun hukum dalam permasalahan membaca Al-Fatihah hukumnya adalah wajib bagi imam dan orang yang sholat sendirian di setiap roka’at. Dan hukumnya tidak berbeda bagi makmum masbuq yang mendapati imam dalam keadaan apapun. Karena bagi makmum, sesuai madzhab yang benar adalah wajib baginya untuk membaca Al-Fatihah setiap roka’at, baik pada waktu sholat sirriyah atau jahriyah.”
Beliau Rohimahulloh menyebutkan bahwa pendapat ini juga di riwayatkan dari Ibnu ‘Aun, Al-Auza’i, dan Abu Tsaur.
Syafi’iyah mengatakan, “Makmum diwajibkan membaca Al-Fatihah di belakang imam. Kecuali bagi masbuq yang ketinggalan (tidak sempat) membaca Al-Fatihah.”
Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-‘Utsaimin mengatakan, “Bacaan Al-Fatihah adalah rukun bagi imam, makmum dan munfarid (shalat sendirian), baik dalam shalat sirriyah maupun shalat jahriyah, atau makmum masbuq ataupun atas orang yang menjadi makmum sejak awal.”
Ibnul Jauzi mengatakan, “…ta’awudz dan doa iftitah yang dilakukannya hukumnya adalah sunnah sedangkan bacaan Al-Fatihah yang ditinggalkannya adalah wajib. Makmum pun wajib membacanya menurut sebagian ulama…”

Dalil yang di jadikan hujjah pendapat ini adalah;
* Hadits yang berbunyi,
"Tidak ada shalat kecuali dengan membaca al-Fatihah."

* Hadits Ubdah bin Shamit , Rasulullah  shalat mengimami kami di siang hari, maka bacaannya terasa berat baginya. Ketika selesai beliau berkata, "Aku melihat kalian membaca di belakang imam". Kami menjawab, "Ya ". Beliau berkata, "Jangan baca apa-apa kecuali Al-Fatihah saja."

* Ibnu Majah meriwayatkan dari Muhammad bin Yahya Bin Abi Umar al-Maki Abu Abdillah al-Adani dan Ali Ibnu Hajar keduanya berkata dari Sufyan Bin Uyainah dari az-Zuhri dari Mahmud Bin Rabi' dari Ubadah Bin Shamit  dari Nabi  bersabda,“Tidak sah shalat seseorang jika tidak membaca al-Fatihah.”

* Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Awanah, bahwa Nabi  bersabda,
"Orang yang shalat tanpa membaca Al-Fatihah shalatnya buntung, shalatnya buntug, shalatnya buntung, tidak sempurna."

d. Makmum disunnahkan (mandub) membaca pada sholat sir dan makruh pada sholat jahr
Ini adalah salahsatu riwayat dari pendapatnya ulama’ madzhab Maliki. Dan hal itu dikecualikan apabila makmum meniatkan untuk membenarkan bacaan imam, maka membaca di belakang imam hukumnya sunnah.

e. Makmum dianjurkan (mustahab) membaca pada sholat sir dan di saat imam diam (setelah Al-Fatihah) pada sholat jahr, dan dimakruhkan ketika imam membaca pada sholat jahr
Pendapat ini disampaikan oleh kalangan ulama’ Hanabilah dalam salah satu riwayat dari mereka.

foot Note-nya tdk ikut,,, knp yaww..
OK, insya Allah saya perbaiki,, utk sementara di bawah ini footnotenya,,
jazakumullah...

Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/207
Madzhab Hanafi membedakan antara wajib dengan fardhu. Fardhu adalah hukum wajib yang ditetapkan dengan dalil qoth’i, seperti sholat. Sedangkan wajib adalah yang ditetapkan dengan dalil zhonni, seperti zakat fitri. (Lihat Al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, hal: 125. Dr. Wahbah Az-Zuhaily)
Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/207
Syarhus Sunnah, 2/257-258
Hukmu Qiroatil Fatihah Lil Makmum, Abu Ishaq http://salafyitb.wordpress.com
Ad-Dinul Kholish 1/284
Maksudnya adalah sebagaimana dijelaskan Dr. Wahbah Az-Zuhaily, “Makruh tahrim berbeda dengan haram. Haram, larangan ditetapkan dengan dalil qoth’i; Al-Quran dan Sunnah Mutawatiroh atau Masyhur. Seperti mencuri, riba, zina, minum khomer, memakai pakaian sutra dan emas bagi laki-laki, yang dikafirkan orang yang mengingkarinya. Adapun makruh tahrim, tidak dikafirkan orang yang mengingkarinya, dan pada hakikatnya ia lebih dekat kepada haram. Sebagaimana dikatakan oleh dua Syaikh, Abu Hanifah dan Abu Yusuf.” (Lihat Al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, hal: 132.). Selanjutnya beliau menambahkan bahwa makruh tahrim penetapannya dengan dalil zhonni. (Lihat Al-Wajiz fi Ushulil Fiqh, hal: 133)
Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/208
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 3/312
HR. Bukhori dan Muslim
HR.Ibnu Majah (850), Ahmad (14116). Daruquthni dan Ibnu Abi Syaibah. Dho’if (Lihat Shohih Fiqh Sunnah
HR. Al-Khallal dari Abdullah bin Syaddad
Syarhus Sunnah, 2/257
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 3/312. Lihat Rowai’ul Bayan, 1/45
Syarhu Ma'anil Atsar, 1/129 (Lihat Ad-Dinul Kholish, 1/284-285)
Syarhu Ma'anil Atsar, 1/129 (Lihat Ad-Dinul Kholish, 1/284-285)
Al-Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu, 1/649, 653
Majmu’ Fatawa, 22/294-295
HR. Muslim (404)
HR. Tirmidzi (312). Abu Daud (826), At-Tirmidzi berkata, “Ini hadits hasan”.
HR.Ibnu Majah (850), Ahmad (14116), Daruquthni dan Ibnu Abi Syaibah. Dho’if (Lihat Shohih Fiqh Sunnah
HR. Ahmad dan Ibnu Majah
HR. Khamsah kecuali Tirmidzi, Muslim berkata, "Hadits itu Shahih", Nailul Authar Juz II hal 240
Syarhus Sunnah, 2/257
http://salafyitb.wordpress.com/
Rowai’ul Bayan, 1/44
Imam Al-Fairuzzabady Asy-Syairozy
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 3/310
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 3/311
Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 3/312-313
Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/208
Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-‘Utsaimin, Kitab Majmu' Fatawa, hal: 360
Talbis Iblis, hal: 139
HR. Bukhori dan Muslim
Ibnu Abdil berkata bahwa hadits itu riwayat Makhul dn lainnya dengan isnad yang tersambung shahih
No:395
Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/208
Kitabul Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah, 1/208

Presentasi Semester 3 lalu.
Semoga Bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar